Antara Takdir dan Kebetulan
Aku sulit membedakan antara takdir dan
sebuah kebetulan.
Keduanya seperti sepasang anak kembar
yang berlari ke arah ibunya.
Seperti kamu yang datang padaku.
Dan aku mempersilahkan.
Lalu kita berbincang. Bertukar canda,
derita, tawa, dan air mata.
Sampai aku lupa
apakah ini takdir atau kebetulan yang
hanya segelintir?
Jika hanya sebuah kebetulan, aku ingin
hidupku dipenuhi dengan seribu kebetulan.
Agar kamu tetap ada disana.
Lalu, aku dan kamu menikmati sebuah
kebetulan yang manis.
Duduk berdua di bawah sinar senja
bersama secangkir kopi yang pahitnya kita bagi dua.
Kadang kita lupa menambahkan gula.
Karena berdua, pahit pun tak terasa.
Pertemuan kita akan menjadi sajak paling
indah.
Gula yang paling manis.
Kopi yang paling pahit.
Melati yang paling putih.
Mawar yang paling merah.
Bintang yang paling terang.
Bulan yang paling sempurna.
Langit yang paling biru.
Dan kita menjadi sepasang merpati yang
terbang paling tinggi.
Mengepakkan sayap atas nama cinta.
Tanpa peduli takdir atau sebuah
kebetulan.
Karena,
Cepat atau lambat.
Sekarang atau nanti.
Hari ini atau lusa.
Aku akan mencintaimu. Karena kau
mencintaiku.
-K
Komentar
Posting Komentar