Patjar Merah, 3 Maret 2019

Postingan kali ini bukan tentang review makeup atau skincare, karena beberapa hari terakhir ini aku berhasil membeli buku (walaupun tidak banyak) diatas kebutuhan skincare dan makeup ku. Mungkin emang biasa aja sih buat kalian yang terbiasa dan bisa membeli dua hal itu secara bersamaan. Tapi buatku bisa mengutamakan membeli buku daripada keinginan yang lain itu sangat keren hehe. Aku selalu bingung untuk membagi dan memilih mana yang harus aku beli duluan, buku atau skincare dan ya tentu saja bisa ditebak uangku lebih banyak habis untuk beli skincare, makeup dan jajan diluar. Dan akhirnya kemarin aku berhasil mencoret 2 dari daftar buku yang aku inginkan, walaupun duitnya abis saat itu juga tapi merasa worth it karena otakku mendapat suplemen yang baik hehe.

Ngomongin soal buku, sekarang lagi ada bazar buku dengan diskon 30-80% yang diadakan oleh Patjar Merah, bertempat di Gedongkuning. Kalau mau tau lebih lengkapnya sila di klik @patjarmerah_id. Acaranya digelar dari tanggal 2-10 Maret 2019. Selain ada pameran buku, juga ada acara diskusi dan lokakarya yang diisi oleh orang-orang keren. Kebetulan, aku kesana tanggal 3 kemarin, dan menyimak diskusi dengan judul Literasi Digital: Perempuan-Perempuan Yang Bersuara. Diskusi tersebut menghadirkan Jenny Jusuf dan Kalis Mardiasih sebagai narasumber. Aku tertarik mengikuti diskusi itu ya tentu karena temanya, isu perempuan selalu menarik untuk dibahas. Bukan karena aku feminis atau yang lainnya, bahkan aku juga nggak melabeli diriku sebagai seorang feminis karena masih banyak hal tentang feminisme yang belum aku tahu dan harus ku pelajari secara bijak. Mungkin kalau ada pertanyaan, kenapa aku tertarik soal isu perempuan dan feminisme jawabannya adalah ya karena aku manusia dan seorang perempuan, agak sok bijak sih memang tapi ya dua hal itu yang mewakili. Dan aku merasa ketika mempelajari tentang isu perempuan, berarti aku sedang meningkatkan kualitas diriku sebagai perempuan dan harapannya bisa empowering each other women, spread love, positivity dan tidak menjadi orang yang toksik. Selain itu, dengan datang ke acara diskusi seperti ini menurutku kita lebih siap untuk menyikapi isu-isu perempuan. Kalau kata temanku, banyak-banyaklah mendengar cerita orang, mereka lebih butuh dukungan bukan berita provokatif.

So, the thing that i wanna write is about the talkshow. here we go



Diskusi ini kurang lebih membahas tentang kiprah atau karya perempuan di dunia digital tapi pembahasannya melebar ke berbagai hal. Soal narasumbernya sendiri, keduanya sama-sama seorang penulis. Jenny Jusuf merupakan penulis naskah film sedangkan, Kalis Mardiasih penulis kolom di islami.co. Selain kesibukannya mereka berdua juga menyediakan "wadah" bagi perempuan di sosial media mereka masing-masing. Yang aku tahu, Jenny Jusuf emang sering membuka sesi curhat bagi para followersnya di instagram dengan tujuan #EmpoweringWomen dan memberikan wadah yang aman untuk perempuan. Sesuai cerita Jenny, kebanyakan perempuan curhat soal rape&abusive relationship. Aku pribadi setuju sama apa yang dilakukan oleh Jenny, karena menurutku banyak kasus semacam itu yang dialami oleh perempuan (setauku) dan mereka nggaak berani untuk bicara, karena merasa tidak aman. Seperti yang kemarin dikatakan oleh Jenny, ...membuat platform yang aman bagi para perempuan untuk bersuara, karena aman nomor satu. Berbicara soal perempuan memang luas banget ya, kalau dari Kalis Mardiasih kemarin dia kurang lebih membahas tentang islam dan perempuan. Tapi, yang akan aku tulis disini bakalan lebih banyak bagian dari Jenny karena poin-poin diskusi kemarin banyak banget, jadi melebar kemana-mana (walaupun masih dalam lingkup perempuan) dan poin-poin dari Jenny lebih ku ingat karena penyampaian dia enak diterima, dipahami dan masuk di aku.

Seperti yang ku bilang sebelumnya, diskusi ini topiknya jadi melebar bahkan Jenny juga membahas tentang self love, bulding boundaries, self help, dan konsep 'hitam-putih' dalam kehidupan. Walaupun aku merasa agak sedikit bingung ya, karena topik diskusinya jadi luas banget, tapi di satu sisi juga jadi menarik. Supaya nggak kepanjangan nulisnya, aku akan ambil 2 poin yang menurutku esensial, yaitu building personal boundaries dan konsep hitam putih. Sembari aku mencari tahu lebih dalam tentang personal boundaries, ku mau bahas tentang konsep hitam putih dulu, sesuai dengan yang disampaikan Jenny waktu diskusi

Selain masalah pemerkosaan dan tindakan abusif dalam hubungan, Jenny juga sering dimintai solusi atas permasalahan mereka, followersnya. Contohnya pertanyaan yang meyuguhkan dua pilihan seperti boleh atau enggak ya, benar atau tidak ya --- kurang lebih seperti itu yang menurut Jenny hal tersebut tidak sehat. Mungkin logikanya begini, masalah itu kita yang alami tapi kita sendiri malah minta pendapat orang lain yang (mungkin) tidak mengalami hal yang kita alami, atau bahkan tidak mengenal kita. Karena menurut Jenny, banyak yang curhat soal pacar dan ujung-ujungnya meminta solusi seperti diatas -- "gue kenal pacar lo juga enggak" ungkap Jenny. Kita memang perlu pendapat orang lain, ya nggak salah juga kan tapi kalau kita menggantungkan pilihan kita kepada orang lain apalagi sebatas hitam dan putih aja, itu juga bukan hal yang sehat. Terkadang kita gak perlu dengerin orang lain, melainkan diri kita sendiri. When in doubt, ask yourself first -- Jenny Jusuf. 
Aku sendiri pernah mengalami hal serupa, lalu berada dalam fase capek banget nanya orang terus, kemudian mikir kenapa nggak aku pikir sendiri, toh aku juga yang sedang mengalami hal ini. Dunia nggak cuma hitam dan putih, aku setuju. Benar menurut orang lain, belum tentu menurut kita dan salah bagi orang lain bisa jadi baik untuk kita, begitu juga sebaliknya. Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan yang dikatakan Jenny yaitu, Aku bertanggung jawab atas kebahagiaan ku sendiri --- yash gurl! Jadi sebisa mungkin, kita tanya diri kita sendiri dulu, maunya kita seperti apa, apa yang kita butuhkan. Kalau mengandalkan pendappat orang lain, bisa jadi kita malah nggak bahagia dengan hasilnya, karena perspektif dan latar belakang orang kan berbeda ya dan itu akan mempengaruhi dalam hal mengambil keputusan. Kalau menurutku sih begitu, menurut kalian gimana? :)

Ok, kita masuk ke pembahasan terakhir, yang sepertinya akan ku bahas singkat saja karena aku juga masih perlu baca-baca lagi tentang self boundaries atau batas pribadi. Self Boundaries are guidelines, rules or limits that a person creates to identify reasonable, safe and permissible ways for other people to behave towards them and how they will respond when someone passes those limits (menurut wikipedia) yang kurang lebih bisa juga dikatakan sebagai batas diri antara kita dan orang lain, tentang seberapa dekat hubungan kita dengan orang lain, tentang bagaimana kita ingin diperlakukan dan bagaimana kita merespon perilaku orang lain terhadap kita, baik secara fisik ataupun emosional. Buatku, selain topik ini menarik juga sangat penting untuk kita pelajari karena batasan pribadi ini baik untuk diri kita, salah satu tujuannya adalah melindungi diri kita agar kita bisa menjalani kehidupan yang kita inginkan. Mungkin aku akan bikin postingan sendiri untuk membahas tentang topik ini :)
Jadi, Jenny bercerita bahwa dia pernah berada di lingkungan pertemanan yang bikin dia draining, dia lama-lama merasa lelah berada di circle tersebut. Kalau nggak salah ceritanya begini, diaa mempunyai -- anggap saja geng -- yang memiliki ritual (setiap bulan/minggu/hari, aku lupa huhu) untuk brunch di tempat yang mewah, ya biasa awalnya nongkrong, ngobrol macem-macem dan akhirnya ngomongin orang, dan orang yang diomongin adalah temen yang nggak ikut brunch bareng mereka :) ada yang pernah ngalamin? Nah karena itulah Jenny lama-lama merasa kegiatan ini kayanya nggak berfaedah atau bisa dibilang toksik lah ya. Sampai akhirnya dia pelan-pelan menjauh sampai temennya males untuk ngajakin dia lagi dan ketika dia nggak ikutan, tau kan apa yang terjadi? :)) Menurutku, di situasi itu Jenny membangun boundaries untuk membatasi dirinya dari hal atau sekelompok orang yang menurut dia, tidak sehat untuk hidupnya.

Ada artikel bagus dari wikihow, yang berisi metode untuk membatasi diri/bulding self boundaries, kalian bisa baca disini ya . Jadi, bisa dikatakan juga kalau membangun batas pribadi ini berkaitan dengan kick toxic people from your life ata hal-hal merugikan yang lainnya. Dengan memiliki batasan pribadi yang sehat, otomatis kita tau mana yang dibutuhkan oleh diri kita dan mana yang tidak. Contoh kecil kalau kita tidak memiliki batasan pribadi yang sehat adalah, kita susah untuk bilang "tidak" pada orang lain, kita mengabaikan nurani demi menyenangkan hati orang lain. Hal itu sering terjadi sama aku, dengan alasan nggak enak sama temen sendiri sering banget kejadian tapi aku nggak sadar. Kalian gimana? By the way guys, sesungguhnya aku sudah bingung mau menulis apa, jadi sebaiknya aku segera mengakhiri tulisan ini ya hahaha. Jadi yang bisa aku simpulkan adalah, kalau kita mau menguatkan perempuan, atau siapa aja intinya menguatkan orang lain pertama kita harus menguatkan diri sendiri dulu, nah gimana caranya? menurutku bisa dengan self love dan self boundaries itu tadi, karena dua hal tersebut berkaitan, kalau kita membangun batasan pribadi beraarti kita sedang menyanyangi diri sendiri. Selanjutnya, jangan menggantungkan diri pada orang lain, put yourself first even in doubt situation. ask yourself apalagi yang berhubungan dengan masalah pribadi, curhat sah-sah aja tapi jangan mengambil keputusan berdasarkan saran orang lain secara mentah-mentah karena kita yang bertanggung jawab atas diri kita sendiri. Termasuk saat teman-teman membaca tulisan ini, belum tentu yang ku tulis ini 100% mutlak atau benar ya, maksudnya belum tentu "sejiwa" dengan pemikiran teman-teman, aku hanya bercerita karena katanya sharing is caring kan hehehe :) so i think thats it, and what do you think? feel free to fill the comment section below :) see you, xoxo

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Treatment "Fantastic Beauty" by Laseca

Im just little girl

a wishlist // sebuah tugas menulis kreatif